Selasa, 26 Mei 2009

Mencari Kerja

Ijazah sarjana tidak akan berarti bila hanya menjadi tumpukan dokumen di rak buku. Titel sarjana pendidikan tidak terasa bermanfaat bila tidak diiringi dengan penerapan ilmunya. Lisa pun mencari sekolah untuk tempatnya memberikan ilmu yang diperoleh selama kuliah. Pada akhir tahun 1995, Lisa meninggalkan kampung halamannya menuju Aceh untuk tinggal bersama kakak yang berdomisili di sana.

Sampai di Banda Aceh, Lisa mengunjungi sebuah Sekolah Luar Biasa (SLB) dan memasukkan permohonan sebagai tenaga pengajar. Tepat pada tanggal 1 Januari 1996, Lisa diterima menjadi guru honorer di SLB Banda Aceh tersebut.

Kondisi sekolah ternyata sangat sederhana, fasilitas kegiatan pembelajaran pun tidak sesuai dengan kebutuhan anak. Buku-buku sumber semuanya dalam bentuk tulisan awas dan alat peraga seperti peta timbul tidak ada. Untuk mengatasi kendala di atas, dengan inisiatifnya sendiri, Lisa meminta bantuan teman-teman atau keluarganya untuk membacakan buku-buku sumber awas dan merekamnya ke dalam kaset. Sebagai pengganti peta timbul, Lisa menempel peta awas dengan benang. Meskipun tidak sempurna, cara ini cukup memberi gambaran tentang peta kepada anak didiknya.

Ditolak Mendaftar CPNS

Walaupun Lisa sudah bekerja, honor yang dia peroleh belum bisa menutup kebutuhan pribadinya sehingga dia masih menjadi tanggungan keluarga. Maka dengan bekal disiplin ilmu sejarah dan ijazah S1, Lisa mencoba mendaftar sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Namun harapan tidak selalu menjadi kenyataan. Saat hendak mendaftar, Lisa ditolak oleh panitia. Panitia mengatakan bahwa tunanetra tidak mungkin menjadi seorang guru. Selain itu, panitia juga mempermasalahkan ijazah Lisa yang bukan dari jurusan Pendidikan Luar Biasa. Panitia juga tidak mau mendaftarkan Lisa karena soal tes dalam bentuk Braille tidak tersedia.

Tahun berikutnya, yaitu tahun 1998, Lisa mencoba lagi mendaftar sebagai CPNS dengan membawa berkas Undang-undang (UU) nomor 4 tahun 1997 dan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 43 tentang Penyandang Cacat. Berkas ini diharapkan dapat menjadi dasar hukum bagi penyandang cacat seperti dirinya untuk mendapat kesempatan yang sama dengan anggota masyarakat lainnya. Tapi hasilnya tetap sama seperti tahun sebelumnya. Panitia menolak dengan alasan yang sama tanpa mau melihat berkas UU dan PP yang dibawa Lisa.

Kegagalan demi kegagalan tidaklah menyurutkan semangat Lisa untuk berjuang dan beraktivitas. Moto Lisa adalah ”hidup harus bermanfaat bagi orang lain, dan membagi ilmu terhadap sesama adalah amal”.

0 komentar:

chat


Free Blogspot Templates by Isnaini Dot Com and Cars Picture. Powered by Blogger